Notification

×
© Best Viral Premium Blogger Templates

Iklan

Apa Saja yang Ditanyakan Pokja SDGs ke Warga Desa?

Admin
Rabu, 21 April 2021 Last Updated 2021-04-21T12:11:08Z


Abdul Wahab Dai

Pendamping Lokal Desa


Pendataan berskala nasional di desa-desa se-Nusantara sedang berlangsung.


Para "wong ndéso" (villagers) akan didatangi para anggota dan relawan Kelompok Kerja Pendataan Sustainable Development Goals (Pokja SDGs) Desa.


Jika tak berseragam atau mengenakan rompi, minimal mereka berkalung ID Card (kartu pengenal).


Masih kuat dalam ingatan kita ketika "pembangunanisme" dan "mental proyek" menjadi bahasa perlawanan antipembangunan pada era lampau.


Saat itu proyek-proyek pembangunan datang ke desa dan terkadang mengagetkan warga.


Terkadang jenis proyek tidak sesuai kebutuhan desa. Ini karena keputusan bukan di tangan orang desa sendiri.


"Pembangunanisme" pun terkadang menimbulkan penindasan dan ketertindasan. 


Saat itu "pengawasan melekat" (waskat) tiada mampu menekan rasuah.


Kini "pembangunan partisipatif" untuk sementara menjadi jargon. Lumayanlah kata ini memotivasi warga desa dalam membangun sendiri desanya.


Transfer APBN pun berupa Dana Desa digelontorkan ke rekening desa.


Warga pun diberi ruang merencanakan pembangunan desanya sendiri.


Akan tetapi agak sulit para peserta musyawarah desa memutuskan jenis kegiatan bila tidak ada data yang akurat dan komprehensif.


Seharusnya pembangunan diputuskan dengan basis data yang kuat.


Jenis kegiatan pembangunan di desa, baik fisik dan non-fisik diputuskan pada berbagai jenis musyawarah desa: RPJMDes, RKPDes dan APBDes.


Namun keputusan diambil dengan kebijaksanaan dan kearifan warga yang mengetahui pasti kebutuhan desanya. 


Keputusan pembangunan bukan berbasis data. Hanya berasas pada pandangan dan argumentasi peserta musyawarah.


Di sinilah peran besar hasil pendataan Tujuan-Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Inggris: Sustainable Development Goals atawa SDGs).


Misalnya data menunjukkan bahwa masih terdapat ratusan warga yang belum memiliki jamban keluarga, maka diusulkanlah pembangunan massal petularasan keluarga.


Sebelum di-input ke Aplikasi SDGs, pendata memetik data per keluarga dan per individu secara manual.


Pendata bertanya macam-macam: seperti apakah rumah yang ditempati milik sendiri, jenis bahan rumah dan luasannya,  sumber air, posisi rumah apakah di bantaran sungai atau gunung.


Akses ke fasilitas kesehatan, pendidikan, tenaga kesehatan, transportasi.


Penduduk desa juga akan ditanya bansos yang diterimanya sekiranya ada atau tidak.


Tentu data diri tak lupa ditanyakan, bahkan nama akun media sosial ditanyakan pula! Termasuk nomor kontak pribadi.


Permintaan data seperti ini tentulah akan sangat bermanfaat bagi pemerintah desa jika sewaktu-waktu warga desa yang mobilitasnya tinggi dan merantau di negeri lain harus dihubungi.


Data penghasilan bulanan dan tahunan juga akan ditanyakan.


Bukan hanya nilai nominal yang ditanyakan, akan tetapi termasuk hasil bumi dan ternak.


Misalnya seorang warga memiliki kebun kakao, cengkeh, persawahan maka akan ditanyakan penghasilan dengan satuan ton atau kilogram. Atau peternak akan ditanyakan jumlah ekor hewan yang dihasilkannya.


Nelayan, petani, pengrajin akan terdeteksi dengan pendataan ini.


Ada empatpuluh empat (44) jenis penghasilan yang dapat diisi.


Warga akan ditanya jenis penyakit yang dideritanya setahun terakhir dan frekuensi kunjungan mereka ke fasilitas kesehatan setahun belakangan.


Kecacatan, tingkat strata pendidikan termasuk bahasa ibu (mother tongue) yang digunakan saban hari. Termasuk pula kehidupan religi mereka.


SDGs, IDM dan RPJMDes


Berdasar data inilah pemutakhiran data Indeks Desa Mandiri (IDM) dilakukan. Inilah musababnya tahun ini IDM disebut sebagai "IDM berbasis SDGs".


Kebetulan pula banyak pemilihan kepala desa sedang berproses.


Kepala desa terpilih yang dilantik segera harus menyiapkan dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes) dengan durasi enam tahun.


Di sinilah peran strategis Pendataan SDGs yang akan menyediakan data dan mampu memotret kebutuhan pembangunan desa.


Desa tidak perlu lagi mencomot data dari sumber lain, misalnya jumlah penduduk dan kepala keluarga yang selama ini terkadang pemerintah desa sendiri tidak mampu menjawabnya.


Penduduk desa pun secara partisipatif dapat lebih berkualitas memutuskan rencana pembangunan melalui RPJMDes yang dijabarkan dengan Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKPDes) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) saban tahun.


IDM yang memuat status desa seperti desa maju, desa tertinggal, desa mandiri akan sangat menentukan jumlah dan pagu Dana Desa yang secara berbeda akan diterima tiap desa pada tahun anggaran berikutnya.


Mungkin pembaca tahu jenis pendataan yang lain dengan tujuan berbeda. Kita tahu ada Sensus Penduduk 2020 lalu. Baru-baru ini ada Pendataan Keluarga dari leading sector yang lain.


Semua data akan saling melengkapi dan mengkonfrontir satu sama lain.

Berita Lainnya

Tampilkan

  • Apa Saja yang Ditanyakan Pokja SDGs ke Warga Desa?
  • 0

Terkini

test