Notification

×
© Best Viral Premium Blogger Templates

Iklan

Bahasa Bugis Belum Tayang di Google Translate

Admin
Minggu, 15 Agustus 2021 Last Updated 2021-08-19T14:22:18Z


Oleh:

Abdul Wahab Dai 


Dua bahasa lokal, Bahasa Jawa dan Bahasa Sunda, kini sudah tayang di mesin pencari terjemahan berskala global meski masih dengan Aksara Latin.


Hanya dua bahasa daerah inilah di Indonesia yang dapat dijelajah pada mesin pencari penerjemahan.


***


Secara gecul saya pernah berujar kepada seorang teman,"Tafinreengekka' balawo-balawoota'!" (Pinjam dong tetikusnya!).


Tentu dia bingung dan menatap saya sembari berujar,"Aaaga yaseng"? (Maksud loo?).


Memang, untuk konsep "mouse" pada dunia teknologi informasi, Bahasa Indonesia sudah punya kata "tetikus". Akan tetapi orang Indonesia masih lebih sering menggunakan "mouse".


Kata "balawo-balaawo" hanyalah sekadar usaha saya mencari-cari padanan "mouse" dalam Bahasa Bugis. Mouse adalah alat input (masukan) eksternal pada PC (komputer) dan laptop.


Apatah lagi Bahasa Bugis yang belum punya lembaga yang mengurus secara massif rekayasa kata untuk konsep-konsep baru.


-Tafinreengekka maus ta'- lah yang dipakai. Kalimat ini mengandung anglisisme, musabab tak ada lembaga yang menyarankan kosakata baru,  padahal nyawa sebuah bahasa adalah kekayaan perbendaharaan kata, lema dan diksi.


Berbeda dengan bahasa-bahasa besar dunia, termasuk Bahasa Indonesia yang sudah punya lembaga perekayasa kata dan penyaran padanan kata dan didukung oleh media arus utama dalam usaha-usaha penyebarluasannya.


Belum tayangnya Bahasa Bugis pada mesin pencari global salah satunya disebabkan oleh belum disepakatinya sebuah Bahasa Bugis Standar (Standart Buginese).


Bahasa Bugis adalah bahasa dengan penutur terbanyak di jazirah selatan pulau Sulawesi.


Beberapa dialek membuat perbedaan kosakata terkadang membuat kesalahpahaman antarpenutur, meski komunikasi masih bisa berlangsung, sebab dialek-dialek ini masih sangat dekat dan belum "saling menjauh". Persamaan kosakata masih lebih besar tinimbang perbedaan.


Tentu kita masih ingat "false friends" atau "faux amis" yang terjadi pada British English, American English dan Australian English.


Atau "faux amis" yang terjadi di antara bahasa-bahasa Roman.


"Faux amis" juga ada di antara dialek-dialek Bugis. Diperlukan sebuah standarisasi agar Bahasa Bugis bisa tayang di mesin pencari global menyusul saudara Austronesia-nya yang lain: Jawa dan Sunda.


***


Kelabakan para pelajar pendidikan menengah (SLTP dan SLTA) di Indonesia menghadapi Mata Pelajaran Bahasa Bugis sangatlah beralasan.


Tingkat melek aksara Lontara' yang belum menggembirakan selalu menjadi kendala dari beragam kendala lainnya.


Kosakata arkaik yang harus dipahami oleh pelajar plus konsep-konsep baru teknologi moderen dan sains yang belum memiliki padanan dalam Bahasa Bugis menyulitkan bahasa ini menjadi bahasa ilmu pengetahuan atau bahasa pengantar ilmu pengetahuan moderen.


Akan tetapi digitalisasi Aksara Lontara' sudah mulai menggembirakan. 


Kita mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada para pengembang fitur dan aplikasi Font Lontara' yang banyak bertebaran.


Kini telah muncul fitur-fitur bawaan (default) keyboard atau papan tuts Bahasa Bugis (ᨅᨔ ᨕᨘᨁᨗ) yang dapat diaktifkan di beberapa jenama gawai lokal berbasis Android.


Ada pula aplikasi-aplikasi papan tuts yang dapat diunduh secara bebas di mesin pencari untuk diintegrasikan pada gawai-gawai kita, sehingga kita sudah bisa melakukan obrolan (chat) dengan Bahasa Bugis dan Aksara Lontara', meski dengan cara pengoperasian yang berbeda-beda.


Untuk komputer dan laptop, cara "tradisional" dengan metode "sisipan" atau "insert" pada toolbar Word dengan Windows, aksara-aksara non-Latin termasuk Lontara' sudah bisa dilakukan tanpa mengganti papan tuts Qwerty kita dengan resiko keluar masuk "insert" yang merepotkan. Itu pun jika Font Lontara' sudah tersedia pada pilihan "Symbol".


Kini telah tersedia pula perangkat lunak Aksara Lontara' yang lebih mudah tanpa mengganti papan tuts Qwerty kita.


Kita tinggal menyalin file aplikasi untuk kemudian dipasang (to be installed) di perangkat kita.


Kelebihannya adalah kita tidak perlu mengganti papan tuts (keyboard) dengan keyboard Bugis yang memang belum pernah tersedia.


Kita pun bisa gonta-ganti font Latin-Lontara' dengan mudah.


Misalnya kita ingin mengetik kata ᨆᨑᨉᨙᨀ, dengan Keyboard Qwerty, kita tinggal menekan tombol m.r.e.d.k, maka muncullah kata ᨆᨑᨉᨙᨀ pada Word atau Power Point.


Kebutuhan akan Akasara Latin yang lebih besar membuat pengembang Font Lontara' memilih mengintegrasikan Font Lontara' pada berbagai jenis keyboard agar bisa berterima bagi semua orang, termasuk orang non-Bugis dan orang non-Indonesia.


Meski penulis belum pernah membuktikan apakah Font ini bisa terkoneksi dengan Keyboard Azerty (Papan Tuts versi Prancis), penulis menduga tak ada kendala.


Akankah ada Keyboard Bugis yang benar-benar bertombol Lontara'?


Mungkin pabrikan komputer dan laptop akan memikirkannya jika Bahasa Bugis sudah menjadi bahasa ilmu pengetahuan modern dan semakin banyak yang melek Lontara'.


Belajar Lontara' perlu demi menggali kembali nilai-nilai kebudayaan Bugis seperti Lempuu', Sipakatau, Toddo'puulii'.


Atau perlu untuk memahamkan Siirii' (Harga Diri), akan tetapi Lontara' harus berperan pula dalam sains moderen.


Harapan kita adalah Bahasa Bugis dan Aksar Lontara' menjadi bahasa moderen dan dianggap keren!

Berita Lainnya

Tampilkan

  • Bahasa Bugis Belum Tayang di Google Translate
  • 0

Terkini

test