Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita
© Best Viral Premium Blogger Templates

Iklan

Di Balik Gemerlap Hari Pendidikan, Kami Titip Pertanyaan Mendalam

Admin
Jumat, 02 Mei 2025 Last Updated 2025-05-02T16:24:12Z


Oleh Bardeansyah 

Sekretaris Jenderal BEM Institut Ilmu Hukum dan Ekonomi Lamaddukelleng 


GEMURUH Hari Pendidikan Nasional kembali bergema. Namun di tengah riuhnya harapan, tebersit tanya yang tak kunjung padam. 


Benarkah pendidikan kita telah menjelma menjadi oase sejati di tengah gurun ketidaktahuan? Atau justru fatamorgana yang menjanjikan kesejukan, namun meninggalkan dahaga yang tak terpuaskan?


Kampus, yang diidamkan sebagai menara gading ilmu, tempat para cendekiawan bersemi, nyatanya tak jarang terasa elitis, menjulang tinggi namun terasa asing bagi sebagian besar anak negeri. 


Keistimewaan mahasiswa, yang seharusnya menjadi hak, terkadang terasa seperti lencana eksklusif bagi segelintir orang. Memunculkan jurang ketidaksetaraan yang terpampang nyata. 


Kita mendambakan kampus sebagai wadah utopia kekaryaan, tempat ide-ide cemerlang menemukan ruang untuk bertumbuh dan berbuah. Namun realitasnya seringkali berbeda. 


Kurikulum yang sarat beban, metode pengajaran yang kaku, dan fasilitas yang timpang di berbagai penjuru Negeri justru mematikan bara keingintahuan dan memupuk kejenuhan. 


Potensi-potensi kreatif terpendam, gagasan-gagasan inovatif layu sebelum berkembang.


Harapan masyarakat menggantung tinggi pada lulusan oerguruan ringgi, layaknya "centang biru" penanda keandalan ilmu dan pengetahuan. 


Namun dapatkah kita sepenuhnya mempercayai validasi tersebut? Ketika ijazah dan gelar tak lagi berbanding lurus dengan kompetensi di dunia nyata, kepercayaan itu kian terkikis. 


Dunia industri menjerit akan jurang antara teori di bangku sekolah dan kebutuhan praktik di lapangan. "Centang biru" itu terasa hambar, tanpa substansi yang membuktikan kualitas sejati.


Mimpi tentang kampus sebagai kawah candradimuka, tempat menempa kader-kader terpilih masa depan, juga menyimpan ironi. Sistem pendidikan yang belum sepenuhnya adil dan merata, justru berpotensi melanggengkan ketidaksetaraan. 


Anak-anak dengan latar belakang ekonomi dan sosial yang kurang beruntung seringkali terpinggirkan, potensi mereka terabaikan. Kader-kader terbaik bangsa mungkin tersembunyi di pelosok-pelosok Negeri, tak tersentuh oleh gemerlap "menara gading", ataukah memang kader terbaik itu hanya mereka yang berada di ibukota? 


Peringatan Hari Pendidikan Nasional seharusnya menjadi cermin kejujuran. Bukan sekadar perayaan semata, sepatutnya menjadi momentum refleksi yang mendalam. 


Sudahkah kita beranjak dari sekadar retorika harapan menuju aksi nyata? Sudahkah "oasis" pendidikan benar-benar menyegarkan dahaga ilmu seluruh anak Bangsa? Ataukah kita masih terbuai dengan mimpi semu "Indonesia Emas", sementara ketidaksetaraan dan ketidak-relevanan pendidikan terus menggerogoti masa depan?


Mungkin inilah saatnya kita meruntuhkan tembok-tembok "menara gading" yang eksklusif dan membangun jembatan-jembatan penghubung yang inklusif. 


Bukan lagi sekadar memberikan "centang biru" formalitas, tetapi menanamkan akar ilmu dan karakter yang kuat, sehingga setiap anak Indonesia dapat tumbuh dan berkontribusi secara nyata bagi kemajuan bangsa. 


Harapan tanpa tindakan adalah ilusi. Mari kita wujudkan pendidikan yang bukan hanya menjadi cita-cita, tetapi menjadi kenyataan yang memberdayakan.


Titip salam buat Hari Buruh Internasional dan titip catatan buat perayaan Hari Pendidikan Nasional.


Foto: Arsip

Berita Lainnya

Tampilkan

  • Di Balik Gemerlap Hari Pendidikan, Kami Titip Pertanyaan Mendalam
  • 0

Terkini